Gagal Lagi Gagal Lagi
Pernahkah anda amat menginginkan sesuatu? Jawabannya sudah tentu, iya. Tapi apakah anda pernah mengalami kegagalan mendapatkan apa yang anda inginkan. Saya yakin jawabannya juga sama, iya. Pertanyaan berikutnya akan lebih sulit.
Apa yang anda lakukan saat tidak berhasil mencapai yang anda inginkan?
Nangis? Ngamuk? Pingsan? Atau stress dan tidak doyan makan?
Jika salah satu opsi di atas merupakan reaksi anda, maka anda tidak jauh berbeda dari saya. Sudah sering, bahkan terlalu sering saya tidak berhasil mendapat apa yang saya mau. Pingin punya pacar, eh ditolak. Setelah punya pacar dan ingin menikah, orang tua si dia sulit di tembus. Pingin kuliah ke luar negeri, berkali-kali dapat surat yang menyatakan saya gagal.
Apakah saya stress? Pasti. Tapi saya tidak berniat untuk mengamuk atau jadi tidak doyan makan. Malah, makan saya makin banyak. Kalau biasanya cuma habis satu piring sekali makan, saat pikiran tidak enak karena menerima kenyataan kegagalan, saya harus menambah porsi makan saya jadi dua piring.
Sempat juga sih terbersit untuk menyalahkan tuhan karena sepertinya dia tidak memberi kesempatan pada saya untuk mendapatkan yang saya mau. Tapi kata hati saya tidak bisa melakukannya. Saya tidak berani menyalahkan tuhan atas segala kesialan yang saya terima. Kenapa? Karena saya yakin seyakin-yakinnya bahwa yang saya dapatkan (meskipun masuk kategori kegagalan dan kesialan) tetap merupakan yang terbaik. Dan tentu saja tuhan sangat adil. Meski penuh luka dan air mata (kayak perang aja), saya berusaha untuk bangkit dengan melihat mereka yang nasibnya jauh lebih sial dari saya. Sulit memang. Siapa bilang mudah menerima keadaan tak menyenangkan. Meski tahu dan sadar bahwa keadaan kita masih jauh lebih baik dari keadaan orang lain, toh tidak dengan serta merta kita akan menerima dengan 'legowo' nasib buruk kita. Saya pun demikian. Tidak dengan serta merta saya menerima keadaan buruk yang menimpa saya. Tetap saya ingin marah dengan keadaan. Tapi lambat laun perasaan saya kembali normal dan kata hati mulai bisa mengendalikan tindakan.
Setelah hati kembali tenang dan pikiran sudah tidak lagi meluap-luap, barulah saya mulai bisa mencari hikmah di balik kegagalan yang saya alami.
Kenapa saya sial? Kenapa saya kurang beruntung? Kenapa dan kenapa?
Pertanyaan-pertanyaan ini mulai saya cari jawabannya. Dan ternyata saya tidak sial. Begitupun anda. Saat kita (anda dan saya) tidak berhasil mendapatkan yang kita mau, bukan berarti kita sedang sial. Bukan berarti kita sedang kurang beruntung. That's the best thing that should happen. Itu yang terbaik. Terbaik bagi siapa? Terbaik bagi kita dan terbaik bagi orang lain. Siapa sih yang tahu yang terbaik buat kita selain dia?
Mungkin anda masih ngeyel "itu kan jawaban orang yang kalah..." mungkin anda benar bahwa itu adalah kata-kata orang yang kalah. Tetapi anda harus ingat bahwa menang dan kalah memiliki definisi berbeda-beda. Bukan berarti kalau tim anda bisa memasukkan bola ke gawang lawan lebih banyak dari pada yang dilakukan tim lawan anda berarti anda menang. Tetap saja kalau anda melakukannya tidak dengan fair (dengan pura-pura jatuh di kota pinalti, misalnya) tim anda tetap tidak bisa dikatakan menang. Begitu pula dengan nasib sial yang kita alami. Meski secara kasat mata kita dikatakan gagal, kalau kita bisa menerima keadaan kita dan berusaha memperbaiki kualitas kita, maka kita tidak patut dikatakan sebagai orang yang gagal. Seharusnya, masyarakat kita berpendirian seperti ini dalam menyikapi 'kegagalan' sehingga tidak ada lagi kata 'gagal'. Tapi, kata apa yang layak untuk mengganti kata gagal yang sudah kadung sering digunakan oleh masyarakat kita. Ah, biar anda sendiri yang mencari
saya jadi ingat satu adegan dalam film "meet the robinsons". Di film ini diceritakan seorang anak jenius tidak berhasil memperbaiki suatu perangkat, dan apa yang dilakukan oleh keluarga si anak tersebut? Mereka bersorak "hidup gagal" "hidup kegagalan". Jika saja kita semua bisa bersikap demikian, saya yakin bangsa ini akan cepat menjadi bangsa maju....
Akhir kata "HIDUP KEGAGALAN
Apa yang anda lakukan saat tidak berhasil mencapai yang anda inginkan?
Nangis? Ngamuk? Pingsan? Atau stress dan tidak doyan makan?
Jika salah satu opsi di atas merupakan reaksi anda, maka anda tidak jauh berbeda dari saya. Sudah sering, bahkan terlalu sering saya tidak berhasil mendapat apa yang saya mau. Pingin punya pacar, eh ditolak. Setelah punya pacar dan ingin menikah, orang tua si dia sulit di tembus. Pingin kuliah ke luar negeri, berkali-kali dapat surat yang menyatakan saya gagal.
Apakah saya stress? Pasti. Tapi saya tidak berniat untuk mengamuk atau jadi tidak doyan makan. Malah, makan saya makin banyak. Kalau biasanya cuma habis satu piring sekali makan, saat pikiran tidak enak karena menerima kenyataan kegagalan, saya harus menambah porsi makan saya jadi dua piring.
Sempat juga sih terbersit untuk menyalahkan tuhan karena sepertinya dia tidak memberi kesempatan pada saya untuk mendapatkan yang saya mau. Tapi kata hati saya tidak bisa melakukannya. Saya tidak berani menyalahkan tuhan atas segala kesialan yang saya terima. Kenapa? Karena saya yakin seyakin-yakinnya bahwa yang saya dapatkan (meskipun masuk kategori kegagalan dan kesialan) tetap merupakan yang terbaik. Dan tentu saja tuhan sangat adil. Meski penuh luka dan air mata (kayak perang aja), saya berusaha untuk bangkit dengan melihat mereka yang nasibnya jauh lebih sial dari saya. Sulit memang. Siapa bilang mudah menerima keadaan tak menyenangkan. Meski tahu dan sadar bahwa keadaan kita masih jauh lebih baik dari keadaan orang lain, toh tidak dengan serta merta kita akan menerima dengan 'legowo' nasib buruk kita. Saya pun demikian. Tidak dengan serta merta saya menerima keadaan buruk yang menimpa saya. Tetap saya ingin marah dengan keadaan. Tapi lambat laun perasaan saya kembali normal dan kata hati mulai bisa mengendalikan tindakan.
Setelah hati kembali tenang dan pikiran sudah tidak lagi meluap-luap, barulah saya mulai bisa mencari hikmah di balik kegagalan yang saya alami.
Kenapa saya sial? Kenapa saya kurang beruntung? Kenapa dan kenapa?
Pertanyaan-pertanyaan ini mulai saya cari jawabannya. Dan ternyata saya tidak sial. Begitupun anda. Saat kita (anda dan saya) tidak berhasil mendapatkan yang kita mau, bukan berarti kita sedang sial. Bukan berarti kita sedang kurang beruntung. That's the best thing that should happen. Itu yang terbaik. Terbaik bagi siapa? Terbaik bagi kita dan terbaik bagi orang lain. Siapa sih yang tahu yang terbaik buat kita selain dia?
Mungkin anda masih ngeyel "itu kan jawaban orang yang kalah..." mungkin anda benar bahwa itu adalah kata-kata orang yang kalah. Tetapi anda harus ingat bahwa menang dan kalah memiliki definisi berbeda-beda. Bukan berarti kalau tim anda bisa memasukkan bola ke gawang lawan lebih banyak dari pada yang dilakukan tim lawan anda berarti anda menang. Tetap saja kalau anda melakukannya tidak dengan fair (dengan pura-pura jatuh di kota pinalti, misalnya) tim anda tetap tidak bisa dikatakan menang. Begitu pula dengan nasib sial yang kita alami. Meski secara kasat mata kita dikatakan gagal, kalau kita bisa menerima keadaan kita dan berusaha memperbaiki kualitas kita, maka kita tidak patut dikatakan sebagai orang yang gagal. Seharusnya, masyarakat kita berpendirian seperti ini dalam menyikapi 'kegagalan' sehingga tidak ada lagi kata 'gagal'. Tapi, kata apa yang layak untuk mengganti kata gagal yang sudah kadung sering digunakan oleh masyarakat kita. Ah, biar anda sendiri yang mencari
saya jadi ingat satu adegan dalam film "meet the robinsons". Di film ini diceritakan seorang anak jenius tidak berhasil memperbaiki suatu perangkat, dan apa yang dilakukan oleh keluarga si anak tersebut? Mereka bersorak "hidup gagal" "hidup kegagalan". Jika saja kita semua bisa bersikap demikian, saya yakin bangsa ini akan cepat menjadi bangsa maju....
Akhir kata "HIDUP KEGAGALAN
0 komentar:
Posting Komentar